Sunday, August 7, 2016

*Tanda Pengobatan yang Mengandung Unsur Sihir*


Pelaku sihir memiliki tanda-tanda yang dapat dikenali. Apabila dijumpai salah satu di antaranya tanda-tanda tersebut pada seorang ahli pengobatan, maka dapat diketahui bahwa ia melakukan praktik yang amat dekat dengan sihir.

Di antara tanda tersebut adalah:

1. Menanyakan nama pasien dan nama ibunya (kecuali data pasien untuk keperluan administrasi atau yang terkait dengan riwayat penyakit, -pent). 

2. Mengambil bekas pakaian yang dipakai oleh pasien. Misalnya adalah baju, tutup kepala, kaos dalam, celana, dan lain-lainnya.

3. Meminta binatang dengan sifat-sifat tertentu untuk disembelih dan tidak menyebut nama Allah ketika menyembelihnya. Bahkan terkadang, melumurkan darah binatang tersebut pada bagian anggota badan yang sakit atau melemparkannya pada tempat yang rusak.

4. Menuliskan jimat atau jampi-jampi yang tidak dapat dipahami.

5. Memberikan hijib yang berupa bingkasan segi empat dan di dalamnya berisi huruf-huruf atau angka-angka (yang tidak dapat dipahami maknanya). 

6. Memerintahkan pasien untuk menyepi beberapa waktu di kamar yang tidak tembus cahaya matahari.

7. Memerintahkan pasien agar tidak menyentuh air selama jangka waktu tertentu, dan kebanyakan selama 40 hari.

8. Memberikan sesuatu kepada pasien untuk dipendam di dalam tanah.

9. Membaca mantra-mantra yang tidak dapat dipahami maknanya.

10. Kadang ia memberitahukan nama, tempat tinggal, dan semua identitas pasien serta masalah yang dihadapi pasien tanpa pemberitahuan pasien kepadanya terlebih dahulu.

11. Menulis huruf-huruf tertentu yang terputus-putus, di dalam kertas atau bejana dari marmer putih dan memerintahkan kepada pasien untuk melebur dan meminumnya.

Apabila pada diri seorang ahli pengobatan terdapat salah satu tanda di antara tanda-tanda di atas, maka kita tidak boleh berobat kepadanya.

Dikutip dari majalah Al-Furqan edisi 11 tahun V. Lihat pula Keajaiban Thibbun Nabawi, hal. 129-130.

Diketik ulang dari buku “Ke mana -seharusnya- Anda Berobat?” Karya dr. M. Saifudin Hakim, hal 59-60.

No comments:

Post a Comment